Falikh Muhammad |
Alam Mitsal (alam malakut) adalah alam
yang berada antara alam makna/spiritual (alam jabarut) dan alam dunia
atau alam jasmani (alam muluk). Alam muluk adalah alam dunia yang sedang
kita lalui saat ini sedangkan alam jabarut adalah alam ketuhanan dan
alam yang ketiga adalah alam yang akan kita bahas saat ini.
Karakter utama dari alam mitsal adalah
bahwa di alam ini yang murni spiritual dimaterikan, sedangkan yang
materi dispiritualkan, alam ini adalah alam perantara antara alam
jasmani dan rohani yang mana mahluk jasmani seperti manusia tidak
mungkin bisa berkomunikasi dengan mahluk spiritual seperti malaikat atau
jin. Di alam mitsal jiwa-jiwa manusia yang sucilah yang diijinkan untuk
bisa masuk, sedangkan jiwa yang masih kotor dengan dunia atau
terbelenggu oleh ikatan-ikatan dunia tidak akan diijinkan masuk. Dan ini
bisa dicapai ketika manusia berhasil melakukan pembersihan diri
(tazkiyat al-nafs) yang pada intinya adalah penspiritualan manusia,
karena alam mitsal adalah untuk jiwa yang telah dispiritualkan atau
dibersihkan dari debu dunia, dan bukan untuk jiwa yang kotor,
lebih-lebih bukan untuk jasad manusia. Tidak bisa entitas jasmani masuk
ke dalam alam misal. Walaupun ada juga yang menempuhnya dengan jalan
menyimpang mereka tertipu (terkena talbis syaithan) dan makin tersesat di dalamnya yang pada akhirnya mengaku-ngaku Waliyullah, nabi, rosul bahkan mengaku Tuhan (Na’udzubillahi min dzalik)
Dikisahkan oleh Ibn ‘Arabi bahwa
orang-orang yang telah berhasil memasuki alam mitsal, mereka akan
disambut di sebuah gerbang oleh mahkluk yang telah ditugaskan oleh Allah
untuk melayaninya. Mereka mempersembahkan dan menganugerahi mereka
dengan jubah kebesaran sesuai dengan tingkat kesucian mereka. Lalu ia
mengajak mereka untuk berjalan-jalan dan berkeliling di sana. Yang
menakjubkan adalah bahwa ternyata mereka bisa melakukan dialog bukan
hanya dengan jenis manusia tetapi dengan batu-batuan, kayu, hewan, dan
sebagainya. Demikian juga mereka bisa berkomunikasi dengan sesama
manusia yang berbeda-beda bahasanya.
Dengan apakah mereka melakukan dialog
seperti itu? Dialog seperti itu tentu tidak dilakukan dengan lisan
lahiriah tetapi dengan “lisan” batiniah. Kita juga tidak melihat
mahkluk-mahkluk itu dengan mata lahiriah kita tetapi dengan mata batin
kita. Sesungguhnya sebagian besar kita juga telah mengalami, dalam
tingkatnya yang rendah, berdialog atau melakukan persepsi/pengindraan
batin ini. Dalam mimpi ketika mata lahiriah kita tertutup rapat, kita
toh bisa melihat obyek-obyek yang muncul dalam mimipi kita. Dengan mata
manakah kita bisa melihat obyek-obyek tersebut ketika mata kepala kita
tertutup rapat ? Tentu dengan mata batiniah. Bahkan dalam mimpi selain
bisa melihat orang-orang yang masih hidup kita bisa melihat orang-orang
yang sudah meninggal. Dengan mereka bukan saja kita bisa saling pandang
tetapi juga bisa mengadakan dialog. Bagaimana kita bisa melakukan dialog
dengan mereka ketika mulut kita terkatup? Tentu bukan dengan lisan yang
sehari-hari kita gunakan. Bukankah Allah juga menunjukkan dalam salah
satu ayatnya bahwa pada hari kebangkitan bukan lisan kita yang
berbicara, tetapi tangan, kaki, dan seluruh anggota tubuh kita yang
lainnya. Ini adalah isyarat bahwa ada selain lisan yang bisa kita
gunakan untuk berkomunikasi pada tataran dunia yang lebih tinggi.
Alam mitsal ini, menurut para ahli (ahli sufi, Mursyid Thariqah), terbagi menjadi dua. Bagian atas lebih mencerminkan dunia spiritual yang disimbolkan dengan istilah “jabal qa” sedangkan bagian bawah lebih mencerminkan dunia material/jasmani yang disimbolkan dengan istilah “jabal sha“.
Bagian atas alam mitsal ini merupakan tempat bagi mahkluk-mahkluk
spiritual, seperti malaikat, untuk memanifestasikan dirinya kepada
orang-orang yang berkenan masuk ke alam ini, sedangkan bagian bawahnya
tempat bermanifestasinya mahkluk-mahkluk lainnya, seperti jin,
barangkali tuyul, dedemit, gondoruwo dan sebagainya, dengan mana
orang-orang tertentu bisa mengadakan komunikasi atau dialog.
Dari apa yang telah dijabarkan diatas,
maka dapat disimpulkan bahwa di alam mitsal kita berdialog bukan dengan
indra lahir tetapi indra batin, karena memang kita, menurut para pemikir
muslim, memiliki bukan hanya panca indera lahir tetapi juga panca
indera batin, yang masing-masing bisa mempunyai pengalaman yang unik. Wallahu a’lam.
No comments:
Post a Comment